Cawapres Sandiaga Uno melakukan kunjungan ke Kantor Pimpinan Pusat MTA untuk silaturahmi dan minta doa restu,Sabtu (22/9). (liputan6.com)
Dalam safari politiknya di Kota Solo dan sekitarnya (Sabtu 22 September 2018), Cawapres Sandiaga Uno dapat tamparan keras dari seorang pedagang soto di kawasan Pasar Kembang saat sarapan.
Nampak Cawapres Sandiaga Uno menikmati semangkok soto ayam kampung milik Pak Timbul di kawasan Pasar Kembang, Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (22/9/2018). (regional.kompas.com)
Di warung tenda itu, seperti dikutip tempo.co (22 September 2018), rombongan Sandiaga menikmati soto hangat racikan Pak Timbul yang biasa dijual seharga Rp5 ribu per mangkuk. Sandiaga terkejut dengan harga soto yang luar biasa murah itu.
Menurut Sandiaga, upaya pedagang untuk menyajikan makanan dengan harga yang merakyat patut diapresiasi. Ketika menyempatkan diri tanya-tanya ke pedagangnya, Sandi menyebut pedagang memiliki banyak strategi agar tetap mampu menjual makanan dengan harga murah meski harga bahan baku naik.
Sandi menyatakan, pedagang tidak serta-merta menaikkan harga, tetapi mengurangi porsi agar tetap bisa mendapat keuntungan dan tidak memberatkan konsumen.
Meski demikian, kata Sandi, Timbul sang pedagang soto tersebut mengeluhkan harga beras yang cukup tinggi dan harga daging ayam yang belum turun.
Sandiaga Uno. (suara.com)
Waduh! Kunjungan ke mana-mana kok mesti mengungkit isu soal melambungnya harga sembako. Sebelumnya mengangkat keluhan emak-emak yang katanya duwit Rp100 ribu hanya dapat cabai dan bawang, lantas lantaran harga kedelai mahal, tempe pun dibikin setipis kartu ATM. Kini, tiba di Solo mengangkat isu harga beras dan daging.
Sampai kapan "gimmick" politik semacam ini terus dipakai Sandiaga sebagai bahan kampanye politik kalau faktanya tak seperti yang dinarasikan?
Tidak ada yang salah memang kalau Sandi fokus ke soal ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tapi harus dilakukan kajian serius berdasarkan data dan bukti sehingga memperoleh gambaran secara komprehensif terhadap persoalan ekonomi yang dihadapi rakyat.
Kalau hanya omongan satu atau dua orang yang ditemui, lantas dikapitalisasi menjadi isu politik, justru bakal menjadi bumerang bagi Sandi sendiri. Lantas, apa bedanya dengan tukang ngibul? ***